Krriiiiingggg.....Kriiiiiinggggggg.......
"Andi....telpon...?" Hari dengan betenya memanggilku, dia ngantuk sehabis acara rapat pembentukan panitia Ramadhan tadi
malam.
"Ya, sebentar....., dah hampir selesai mandi...!!!, dari siapa sih...siang bolong gini..?" jawabku sekenanya dari kamar
mandi.
"Biasa...dari Deasy, katanya dia mo tunggu...loe cepetan, interlokal nih...!!!!, Hari makin gedeg aja tau gelagatku yang
sok nyantai.
"Ya, brisik amat sih loe"
Telepon itu mungkin telepon ke 1000 kalinya dari Deasy untukku, hal yang aneh, aku belum pernah bertemu dia, tapi kita
sudah pacaran. Aku hanya iseng bilang cinta sama dia, dan dia menerimanya. Aku pernah belajar meramal suara orang, dari suaranya
gadis itu sangat lembut dan perhatian, aku tidak mencintainya barangkali, karena aku tak mau menggantungkan hidup dalam hal
yang tak pasti.
Hampir setiap hari Deasy selalu telpon aku, dari pembicaraan singkat 5 menitan hingga kadang sampai 3 jam. Telingaku kadang
panas, sepanas hatiku karena membayangkan kegilaanku berani memacari wanita yang belum pernah aku kutemui.
Dan setahun pun berlalu.................
Aku gelisah, begitu pulang dari kampus aku langsung mengambil wudhu dan sholat dhuhur, mencoba menenangkan diri sejenak.
Sudah seminggu ini Deasy tidak menelponku. Aku tidak tahu mengapa...., dia hilang begitu saja. Dia begitu misterius....begitu
jauh untuk kujangkau. Hatiku benar2 bingung, tidak biasanya dia seperti ini. Aku sudah terbiasa terbius oleh suara halusnya
di tengah malam, aku sudah mencampur dalam desahan manja di telepon itu. Aku mungkin jatuh cinta, tapi otakku memaksaku untuk
mengatakan tidak, aku tidak mungkin jatuh cinta pada suara, aku tidak mungkin jatuh cinta pada wujud tanpa rupa.
Kriiiiiiiiiingggggggggggg........
kurang ajar kata batinku, setiap kali ada bunyi telepon hatiku selalu berdegup keras, mengharap Deasy ada di ujung sana.
Tapi dia tak kunjung datang, atau aku saja yang bodoh mengharapkan dia. Aku sedang mengarahkan pandanganku pada televisi,
acara sinetron yang membosankan, sinetron "Tersanjung" , sinetron tak berkualitas yang hanya membelit2kan pokok persoalan
untuk memperpanjang masa tayang, dan celakanya saudara sebangsaku terutama ibu2 termasuk ibuku sendiri suka sekali dengan
sinetron itu. Mataku memandangi tv tua itu, tapi sebenarnya menerawang jauh membayangkan apa yang terjadi dengan bidadari
kayanganku itu, mungkinkah dia menemukan pria lain dalam kehidupan nyatanya, mungkinkah dia sakit keras sehingga tidak bisa
menelpon aku, mungkinkah dia sadar bahwa hubungan seperti ini tidak mungkin dilanjutkan, mungkinkah............
Hari terlihat tersenyum, senyum yang aku selalu hindari untuk melihatnya, karena sifatnya yang kebanci2an itu, tapi kali
ini aku harus melihat, karena instingku mengatakan ada berita darinya. Hari mendekatiku, dan berbisik .........
"Andi, Deasy sakit keras, dia menderita leukemia akut, mungkin nyawanya tidak bisa terselamatkan...." Lhadalah ngadubilah,
salah satu prasangkaku benar, dia sakit, oh bidadariku itu sakit, oh apa yang harus kulakukan.
"Mana dia...?, mau dia bicara denganku...?"
"Hee...., sabar kenapa...., telponnya sudah ditutup, tadi dia cuman bilang dengan suara yang lemah sekali, mengabarkan
kondisinya"
"Kenapa kau tidak kasih aku...?" mmmmmhhhhh aku mau mengumpat, tapi aku tidak terbiasa, aku tidak bisa marah.
"Abisnya dia nggak mau koq..., emang aku harus maksa, enak aja..."
Kali ini aku harus ngalah sama Hari, memang hal ini none of his business, sudah untung dia mau menyampaikan pesannya
Deasy. Dugaanku telah menjadi kenyataan, Deasy sakit parah dan dirawat di rumah sakit. Sedangkan aku, aku masih di sini, segar
bugar, tidak ikut merasakan penderitaannya, tidak mendampinginya saat dia membutuhkan seseorang disampingnya. Yah, apa mau
dikata, nomor telponnya pun aku tidak punya, dia selalu mengelak jika kutanya tentang alamat, no telpon, atau apapun yang
berkaitan dengan jatidiri sebenarnya dia. Dia hanya sering bercerita tentang kehidupannya sehari2 di ujung sana, kapan dia
pergi ke kampus, bagaimana dia sering merawat anak kecil yang sudah tidak punya ibu lagi (anak tetangganya yang sering dititipkan
ke Deasy tanpa bayaran, karena anak itu sangat senang dengannya), bagaimana dia sering digodain sama pemuda2 yang kost di
depan rumahnya, semua diceritakan padaku dengan detailnya. Aku seperti dibacakan novel kehidupan seorang bidadari yang hendak
mati, tetapi masih melakukan kewajibannya untuk belajar, mengasihi, mencintai, tanpa sekalipun mengharapkan untuk menerima
kembali. Pernah suatu saat secara tidak sengaja dia bilang bahwa dia tidak ingin melukai aku, karena dia memang sakit parah
dan sudah pasti tidak bisa membahagiakan aku.
Aku menjadi susah tidur selama beberapa hari, lamunanku tidak lain hanyalah Deasy seorang. Fotonya dalam pakaian casual
dengan balutan jeans warna abu2 dan t-shirt putih yang begitu cantik sering kupandangi, oh andainya dia benar2 ada dalam kehidupanku.
Foto Deasy satu2nya yang kupunya, sebagai tanda perkenalan kira2 setahun yang lalu, yang kudapatkan dari keponakannya
yang tinggal sekota denganku. Suaranya yang begitu halus, meyakinkan aku bahwa dia seorang gadis yang lemah lembut, dan cenderung
menyendiri. Aku tak tahu mengapa aku harus jatuh cinta dengan hantu, mengapa aku harus mengharapkan orang yang suatu saat
pasti mengecewakan aku.
Beberapa hari terlewati sudah, resahku sudah mulai berkurang, mulai sibuk dengan kegiatan kuliah dan kegiatan masjid, bayangan
Deasy sudah mulai bisa kulupakan. Tetapi aku tak bisa memungkiri, aku mencintai gadis ini, belum pernah aku menemui wanita
selembut dan sehalus dia, maksudku di alam nyata.
Setelah selesai mengerjakan tugas laporan field trip ke objek wisata, mataku sangat lelah setelah hampir semalaman di depan
komputer, aku mengambil gitar yang setia menemaniku sejak aku masih di SMA, saksi bisu cinta pertama dan keduaku yang sudah
berakhir itu, dan aku mulai menyanyi, sekenanya mulai dari lagunya Norah Jones sampai Didi Kempot, mataku sudah ngantuk sekali,
masih kucoba memetik dan menyanyi lagu Diva-nya Gigi, akupun akhirnya terlelap dengan gitar masih di pelukanku...........
catatan pengarang :
cerpen ini gak ada hubungannya sama sekali dengan temen baikku yang kebetulan juga namanya Deasy, jika aku mempergunakan
nama ini dan akhir cerita yang cukup menyedihkan, aku justru berharap sebaliknya terjadi pada Deasy di alam nyata.