Jenuh dan frustasi atas kondisi di Indonesia, seorang kawan
bertanya "Mau dibawa kemana bangsa Indonesia...?". Sekedar menjawab atas pertanyaan itu, tetapi mohon ijin untuk mengubah
pertanyaannya, karena seperti Pramudya Ananta Toer bilang, bahwa bangsa Indonesia itu tidak ada. Yang ada di Indonesia adalah
bangsa2, mulai dari bangsa Aceh, bangsa Jawa, bangsa Padang, bangsa Bugis, dan lain sebagainya. Bangsa Indonesia adalah khayalan
Sukarno yang berdasarkan romantisme historis. Walaupun saya sendiri menyangkal pendapat ini, karena menurut saya di dunia
ini hanya ada satu bangsa, bangsa manusia . Segregasi berdasarkan negara dan bangsa di saat ini sudah sangat tidak relevan
lagi. Perbedaan warna kulit, ras, budaya, dan agama adalah adaptasi evolusioner yang seharusnya dikerangkakan sebagai kekayaan
bumi untuk menuju kesejahteraan bersama.
Ketika pertanyaannya sudah menjadi "Mau dibawa kemana bangsa
manusia..?" , jawabannya bisa bermacam2, orang Islam menyebutnya Rahmatallil alamin, orang Hindu menyebutnya Tri Hita Karana,
Tao Te Ching klo orang Cina bilang, Humata Hukshta Huvarsta klo Zoroaster bilang, dan banyak istilah lain tetapi mempunyai
satu inti, untuk menuju kesejahteraan lahir batin semua makhluk hidup. Seperti sungai, muaranya memang jelas, hampir semua
orang tahu bahkan di luar kepala. Tetapi jalan menuju ke muara itu berkelok, sangat panjang, dan sepanjang jalan air yang
semula jernih pun sudah terkontaminasi oleh ranting2, lumpur2 kotor, sampah, bahkan ada beberapa yang membangun bendungan2
besar sehingga air itu tidak pernah bisa mencapai muara.
Bangsa manusia (Homo Sapiens) memang punya sejarah unik kalau
tidak boleh dibilang kelabu, mentas dari pergulatan evolusi dengan menyingkirkan Homo Neanderthalensis, kemudian menyebar
ke seluruh penjuru bumi dengan segala dinamikanya, walaupun tetap membagi 99,9% DNA yg sama. Karena keterbatasan kesadaran
akan rentang dan kerangka waktu, perbedaan2 antara Homo Sapiens sering dianggap sebagai perbedaan absolut yang menyebabkan
friksi2 yang selalu terjadi di sepanjang perjalanan sejarah.
Jawaban atas pertanyaan akan dibawa kemana bangsa manusia
sudah jelas, pertanyaan turunannya adalah dengan cara apa tujuan itu tercapai...?. Tanpa bermaksud mensimplifikasi, jawaban
pertanyaan ini adalah revolusi. Revolusi di hampir semua bidang, yang merata dan menyeluruh, yang diakselerasi oleh perkembangan
science & teknologi. Mengapa revolusi..?, karena umur manusia modern secara umum berada pada kisaran 70 tahunan. Jika
perubahan yang diharapkan mau dirasakan di saat kita masih hidup, revolusi adalah satu2nya jalan, karena 70 tahun adalah waktu
yg sangat pendek untuk sebuah evolusi. Ada tiga revolusi utama yang harus dijalankan oleh bangsa manusia.
Revolusi Ekonomi
Kenapa Revolusi Ekonomi menempati rangking pertama dari revolusi
yang akan dijalankan, karena ekonomi adalah infrastruktur. Karena masalah perut adalah masalah utama yang perlu dibicarakan
sebelum masalah2 lain dibicarakan.
Selaras dengan keberadaan manusia sebagai solitary being
(makhluk individu) dan di saat yang sama social being (makhluk sosial), ada dua sistem perekonomian yang saya kira sedikit
banyak mewakili dua fungsi manusia ini. Kapitalisme sebagai representasi dari solitary being, dan sosialisme sebagai representasi
dari social being, tentu saja ada berbagai varian yang sebenarnya bisa dikelompokkan dalam kedua representasi ini.
Dalam sistem kapitalisme, produksi ada untuk keuntungan,
bukan untuk kegunaan. Semua resources dalam perusahaan akan "all-out" untuk menghasilkan keuntungan. Motif keuntungan ini
jika dikonjungsikan dengan persaingan antar kapitalis, akan berakibat tidak stabilnya perekonomian, karena sifat predator
dalam persaingan akan semakin meruncing yang pada akhirnya akan menghempaskan ekonomi dalam resesi dan bahkan depresi. Dan
ini akan berakibat pula pada kelas pekerja, karena mereka akan semata2 bekerja untuk memenuhi kebutuhan minimumnya, dibarengi
dengan ketakutan akan kehilangan pekerjaan. Dalam sistem kapitalisme, fungsi pekerja tak lebih dari sekedar faktor produksi,
karena memang kepemilikan alat produksi semua berada ditangan kapitalis. Tahap selanjutnya adalah adanya kecenderungan bahwa
alat produksi dan modal dimiliki oleh sedikit orang, karena persaingan dan perkembangan teknologi yang berakibat hanya yang
mempunyai modal besar dan berani mengambil resiko ( baik yang etis ataupun tidak ) yang akhirnya bisa bertahan. Ketika oligarki
kapitalis sudah merajalela, demokrasi dan sistem partai politik bebas pun tidak akan punya kemampuan kontrol yang cukup. Partai
politik yang di "back up" oleh para oligark ini tentu saja akan mengagendakan kepentingan mereka di atas kepentingan rakyat.
Diperparah lagi media massa yang dikuasai oleh para kapitalis akan membuat propaganda2 untuk menghipnotis khalayak akan kesuperioran
agenda2 mereka. (Amerika Serikat adalah contoh yang saya ambil dari pemaparan di atas).
Untuk masa depan bumi yang lebih baik, solusinya tentu saja
sosialisme yang dibungkus dalam kerangka demokrasi dan tak kalah pentingnya dibarengi sistem pendidikan yang diarahkan untuk
mencetak manusia2 yang berjiwa sosial. Alat2 produksi dan modal harus dimiliki oleh masyarakat sampai dalam lingkup yang sekecil2nya,
nasionalisasi semua kekayaan negara yang digunakan untuk kepentingan rakyat banyak, serta demokrasi yang menyeluruh hingga
ke akar rumput. Varian dari sosialisme ini termasuk konsep welfare state yang banyak diterapkan oleh negara2 maju. Hanya saja
perlu disadari bahwa konsep welfare state tetap saja menyisakan puluhan juta proletar, dikarenakan usaha untuk menggabungkan
sosialisme dan kapitalisme ini ternyata lebih memenangkan kapitalisme pada akhirnya. Sebagai konsep transisi, welfare state
memang tidak jelek, tetapi bangsa manusia harus berjuang untuk lebih lanjut menerapkan sistem sosialisme yang lebih murni.
Varian yg lain adalah komunisme, yang pada akhirnya juga akan gagal karena telah lepas dari counterpartnya yaitu demokrasi.
Tugas revolusi bangsa manusia adalah mentranformasikan sistem
sosialisme dalam hubungan antar negara, konsep wealth distribution yang tidak lagi dibatasi oleh definisi negara dan wilayah.
Dalam kerangka pragmatisme, tidak dengan sendirinya negara2 mau melakukan itu. Harus ada organisasi supra-national (ada pula
yg menyebutnya super state) yang bisa mengikat negara2 untuk mendistribusikan kesejahteraannya kepada negara2 yang masih berkembang.
Tentang organisasi supra nasional akan dibahas lebih lanjut dalam Revolusi Politik.
Revolusi Politik
Manusia mempunyai Daulat Alam dan Daulat Makhluk dalam dirinya.
Daulat Alam berupa kelahiran, kematian, jodoh, nasib, dan rejeki. Tetapi di saat yg sama manusia mempunyai daulat makhluk,
untuk mengubah takdir, karena memang sebenarnya takdir itu konsep terbuka, tidak pernah kita ketahui dengan presisi, tetapi
bisa kita prediksikan dan rencanakan. Manusia dapat memperbaiki dirinya dengan mengembangkan daulat makhluk ini, misalnya
jika seseorang dilahirkan dalam keadaan kere, maka dia berhak merubah daulat alam itu untuk menjadi cukup atau kaya. Banyak
contoh orang2 yg bisa menerobos daulat alam ini. Jagoan yang berani mengambil resiko untuk mendapatkan yang terbaik. Seorang
kriminal jalanan dan bromocorah yang akhirnya menjadi raja seperti Ken Arok, seorang tukang pukul yang akhirnya menjadi Mahapatih
sebuah kerajaan besar seperti Gajah Mada, atau seorang anak guru yang akhirnya menjadi presiden seperti Sukarno.Tetapi sayangnya
bahwa jagoan2 ini adalah satu di antara seribu atau bahkan mungkin sejuta. Bagi mayoritas manusia, kemampuan itu tidaklah
memadai untuk merubah daulat alam, karena itu perlu adanya kekuatan kolektif yang dilembagakan.
Ary (panggilan kesayangan Aristoteles), seorang filsuf Yunani
(384-322 BC) dalam bukunya "Politica" telah menjelaskan bahwa dalam konsep bernegara, seorang rakyat berhak untuk memilih
pemimpinnya dengan bebas. Tirani harus dihapuskan karena tirani adalah perwujudan nafsu binatang dalam diri manusia, jika
manusia mau merasa berbeda dengan binatang, maka tindak tanduk manusia harus jg berbeda dengan binatang. Selain itu kekuasaan
terbesar sebuah negara seharusnya berada di kalangan middle class, yang menjadi penggerak dalam perubahan. Aristokrat dan
proletar memang harus diberi porsi yang memadai, namun untuk menjamin keberlangsungan daulat makhluk (dalam hal ini manusia),
sebisa mungkin mayoritas dari penduduk sebuah wilayah berada di golongan middle class.
Selanjutnya adalah pembagian kekuasaan dalam pemerintahan,
untuk menjaga agar satu entitas tidak memperoleh terlalu banyak atau terlalu sedikit kekuasaan. Pemerintahan harus menerapkan
konsep Trias Politika yang digagas Ary, kemudian disempurnakan oleh John Locke, disempurnakan lagi oleh Montesquieu. Kekuasaan
Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif yang masing2 independen tetapi saling terkait, melaksanakan fungsinya masing2 sebagai
pembuat hukum, penafsir hukum, dan pelaksana hukum. Beberapa ahli menambahkan, pers yang bebas dan lepas dari pengaruh oligarki
kekuasaan adalah kekuatan keempat yang juga harus dibangun.
Pertanyaannya adalah mengapa di negara2 tertentu misalnya
Indonesia, Zimbabwe, atau Bangladesh yang menerapkan konsep2 di atas, daulat makhluk juga tidak kunjung membaik..?. Karena
sekali lagi bahwa masing2 entitas dalam pemerintahan tidak independen, bahkan banyak yang berkonspirasi untuk melanggengkan
kekuasaan, menambah korupsi, menyuburkan kolusi. Selain itu society control kurang cukup kuat untuk bisa menekan pemerintahan
memenuhi aspirasi rakyat.
Kaitannya dengan tidak relevannya konsep segregasi negara
di bumi ini, revolusi politik yang sangat penting dilakukan adalah perombakan hubungan antar oikumene (society). Adanya organisasi
supra-nasional yg kuat dan berada di atas semua negara menjadi sangat penting, bahkan akan lebih baik lagi jika terbentuk
Federasi Bumi, yang meminjam konsep yg dijalankan USA dan Uni Eropa saat ini. Semua negara di dunia menjadi bagian integral
dari super-state ini, mengakui dan berada di bawah UU yang telah ditetapkan bersama oleh semua anggota federasi (dalam hal
ini semua negara di bumi ini). Revolusi ini terasa begitu penting, mengingat sepanjang perjalanan sejarah manusia, kolonialisme
dan neo-kolonialisme (turunannya bisa berupa imperialisme, kapitalisme, neo-liberalisme, dsb) merupakan salah satu sebab utama
kemiskinan dan penderitaan negara2 dunia ketiga. Karena kesejahteraan satu negara sering bertumpu pada penderitaan negara
lain.
Tidak perlu lagi ada polar2 dunia baru, karena akan tambah
memperuncing masalah dan persaingan tidak sehat. Saat ini bukan waktunya lagi membesar2kan perbedaan, tetapi semakin urgent
untuk bekerja sama demi kepentingan seluruh manusia.
Revolusi Sosial Budaya
Lingkup sosial budaya ini sangat luas. Tapi saya mencoba
untuk mengambil garis besar revolusi yang kira2 diperlukan dalam oikumene, dan tentunya juga berpengaruh terhadap semua jenis
turunan sosial dan budaya. Revolusi yang dimaksud adalah revolusi humanisme, karena humanisme menurut pendapat saya bukanlah
seperti isme2 yg lain. Humanisme lebih merupakan sikap dan perspektif yang mempegaruhi filosofi hidup dan kepercayaan. Dalam
setiap isme terkandung humanisme. Karena humanisme adalah kesadaran akan kemanusiaan kita yang sama sekali tidak sempurna,
yang sering punya sudut pandang yang sempit, yang tak jarang terjerumus dalam penghambaan diri. Humanisme adalah revolusi
moral yang mensyaratkan adanya toleransi, pengertian, dan rasa tanggung jawab yang dalam untuk membahagiakan makhluk lain.
Termasuk dalam humanisme adalah juga sikap egaliter dalam segala hal, tanpa membedakan gender, umur, status sosial, penghasilan,
agama, ras, dan golongan. Manusia dibebaskan untuk memilih jalannya sendiri2 dengan segala hormat, asal tetap dalam koridor
tidak merugikan dan menyakiti manusia dan makhluk lain.
Perlunya kesadaran kolektif tentang peran ilmu terhadap manusia,
bahwa ilmu itu relatif. Ilmu adalah sistem yang bisa dikritisi dan dirubah jika memang dirasa irrasional, termasuk dalam hal
ini adalah ilmu agama dan budaya. Menempatkan agama dan budaya sebagai subsistem ilmu pengetahuan terasa juga semakin penting
disaat kekhawatiran2 terjadinya clash of civilization seperti yang diramalkan oleh Samuel Huntington.
Revolusi damai yang pernah dicontohkan oleh Mahatma Gandhi
dan Martin Luther King adalah persyaratan mutlak bagi ketiga revolusi di atas. Kekerasan bukanlah jawaban atas perbedaan,
dan cita2 mulia bisa dicapai tanpa kekerasan.
Di beberapa belahan bumi, gaung revolusi masih melempem.
Yang masih sangat perlu dilakukan adalah menularkan semangat dan jiwa revolusi itu kepada setiap individu, demi sebuah bumi
yang lebih sejahtera, damai, dan indah. Individu2 yang sudah terbebaskan dan tercerahkan, yang akan mengakumulasi dan mengkristal
menjadi kekuatan besar yang akan sanggup menggerakkan roda peradaban kembali ke jalan yang seharusnya. Setiap dari Anda yang
membaca ini termasuk saya sendiri tentunya, adalah individu2 yang bertanggung jawab untuk merubah minimal diri Anda sendiri,
selaras dengan semangat revolusi di atas, sekali lagi demi masa depan yang lebih baik.