Malam masih memeluk bumi Nusa Dua, sebuah desa kecil yang asri dan indah di Bali Selatan. Temaram lampu2 hotel dan perumahan
penduduk menyorot lembut ke langit, sedikit mengurangi kegelapan sang malam yang tugasnya bebarapa jam lagi akan
selesai. Semua penduduk masih tertidur, hanya beberapa pekerja dunia pariwisata yang masih tampak mempersiapkan hidangan pagi.
Dalam lambaian angin yang sejuk, seekor babi berteriak2 menangis. Air matanya deras mengalir seperti sungai Ayung
di musim hujan. Dia berlari kesana kemari kebingungan, dingin malam tak dihiraukannya. Dia terus berlari, berlari dan berlari
sekencang2nya. Sakit bekas ikatan di kakinya tak dirasakannya lagi. Dia hanya ingin hidup, ingin lepas dari kematian yang
ditakdirkan untuknya, bukan oleh Tuhan tapi oleh manusia.
Brukkkkk.... Tiba2 matanya berkunang2, dia menabrak sesuatu
di depannya. Ah gara2 Kucit menangis, matanya jadi agak kabur. Kucit pingsan, tak berapa lama kemudian dia mulai tersadar,
hah hah...... "Jangan, jangan, jangan, aku jangan dibunuh. Aku masih ingin hidup. Aku masih ingin hidup." "Heh Kucit,
kenapa kamu malam2 keluyuran sejauh ini. Berbahaya tahu, kamu masih kecil". Perlahan2 kucit mulai agak jelas melihat,
semula hanya bayangan gelap keputih2an di depan matanya, tapi kemudian jelas bahwa yang ada di deapannya adalah seekor
sapi. " Huh..., kukira siapa. Paman Sapi.., tolonglah aku. Please..suerrr...aku saat ini butuh bantuanmu Paman. Hidupku
sedang diujung tanduk Paman Sapi. Ini emergency..." "Sssttt, kamu berisik amat. Nangis ya nangis, tapi segitu banget.
Kupingku sakit tahu" " Aku takut Paman Sapi. Mereka mau menyembelihku, buat acara Galungan besok. Lihat nih, buluku
berdiri semua." Kucit menangis lagi, sekeras2nya. Dia berguling2 ke kanan dan ke kiri. " Heh...babi tak tahu diri.
Diaaammmm....!!!!!" Sapi membentak Kucit. Kucit jadi terdiam...... " Toch manusia gak ada yang denger tangisanku kan
Paman Sapi. Dimensi suara mereka kan lain" " Iya, tapi kupingku budeg tahu. Aku kan bisa denger suaramu." Sapi mengelus
kepala babi kecil itu dengan lembut, membuat Kucit sedikit agak tenang. " Ayo... ikut Paman" Kucit menurut saja,
menuruni bukit kecil yang penuh dengan perdu2. Tanah kapur yang kering memudahkan perjalanan mereka menuruni bukit, langkah
kucit yang kecil tak sebanding dengan langkah sapi, membuat Kucit harus sedikit agak berlari untuk mengejar ketertinggalannya. Akhirnya
mereka hampir sampai di kaki bukit, isyarat sapi mengatakan untuk memperpelan langkah. Setelah melewati barisan pohon2 bambu
kuning, sampailah mereka di kompleks Puja Mandala. Kucit sudah ragu2 menjejakkan langkahnya di pelataran Puja Mandala.
Tetapi karena Sapi dengan tenang melanjutkan langkahnya, mau tak mau Kucit juga mengikutinya. Rasanya tak ingin lagi dia
melihat manusia, trauma melihat kematian ibunya yang mengenaskan tadi malam masih sangat membekas dalam ingatannya. Dia melihat
ke kiri dan ke kanan. Bersiap2 atas segala kemungkinan. Hhmmm sebelah kanan jalan raya, sepi dan lengang, tak ada orang
lalu lalang. Sebelah kiri yang harus diwaspadai pikir Kucit. Hhhmmmm...Masjid Agung Ibnu Batutah, hah tak ada tanda2 orang
bangun juga. Kucit masih juga berjalan pelan di belakang sapi. Gereja Maria Bunda Segala Bangsa, wah malah gelap gulita.
Masih aman pikir Kucit. Dia terus saja berjalan mengikuti sapi, dan tetap dalam keadaan siap siaga kabur bila ada hal2 mencurigakan.
Buddhaguna Vihara, hhmmm Kucit melihat puncaknya yang kekuning2an. Tidak ada orangnya juga, hanya tampak puncaknya
saja yang kadang2 mengkilat diterpa temaram lampu. Bangunan selanjutnya cukup gelap, tidak ada lampu yang menerangi. Samar2
di ujung Kucit melihat ada papan nama. Gereja Protestan Bali, oohhh jadi ini gereja juga. Tiba2 Sapi berhenti, melihat
ke kiri sejenak, dan akhirnya melangkahkan kaki. Mereka memasuki bangunan putih berbentuk seperti candi. Sapi celingukan,
seperti sedang mencari sesuatu. Akhirnya berjalan menaiki tangga yang tidak terlalu banyak itu. Kucit harus berjuang sedikit
ekstra untuk menaiki tangga2 itu, maklum dia memang masih kecil. Setelah sampai di atas, sapi berhenti dan menunggu Kucit
yang agak ketinggalan.
Setelah Kucit sampai di atas, Sapi mengendus2 kepala Kucit, membuat Kucit agak sedikit lega.
Langit Nusa Dua
diliputi sedikit mendung kehitam2an, berarak dari timur dan bercinta satu sama lain. Angkasa sedang menghidangkan bulan
untuk dinikmati makhluk bumi, memancarkan sinar lembut dan mengajak air laut bergoyang.
" Paman Sapi, kenapa kau
mengajakku ke sini...?" " Karena penderitaanmu bermula dari sini Kucit, dari ketidak mengertian manusia atas esensi
hidup. Karena penderitaanmu juga preseden buruk atas ajaran2 agama yang memperbolehkan pembunuhan atas bangsa
binatang." " Tapi tidak semua agama sejahat itu Paman, ada beberapa ajaran agama yang melindungi binatang, dan menganggap
beberapa binatang sebagai makhluk suci. Paman sendiri dianggap sebagai makhluk suci oleh orang Hindu, kebalikan dari
aku yang dianggap sebagai santapan. Kurang ajar benar mereka itu, manusia terkutuk" "Menganggap binatang sebagai
makhluk suci juga tidak menyelesaikan masalah, di dunia ini tidak ada yang suci Kucit. Hanya Tuhanlah satu2nya yang
suci. Sama seperti orang Islam yang tidak pernah memakan babi sepertimu, landasan mereka bukanlah karena kamu memang
makhluk hidup yang harus dihormati hak2mu sebagai makhluk hidup, tapi karena mereka jijik melihat kamu, menganggap
kamu memiliki penyakit, dan kalau perlu kamu harus dimusnahkan dari muka bumi" " Ah Paman, biarlah mereka menganggapku
begitu, yang penting banyak saudara2ku terselamatkan karena ajaran itu." " Kau jangan egois babi kecil, dari jenismu
itu mungkin menguntungkan, tapi dari jenisku ajaran Muhammad sangatlah barbar, kau bayangkan berapa juta saja saudara2ku
dibunuh tiap tahunnya sebagai binatang korban. Bukannya dilarang, tapi malah dianjurkan." Kucit terdiam,airmatanya
meleleh....., hatinya geram pertanda amarah, spontan keluar suaranya grok grok grok dari hidungnya seperti suara orang
ngorok. " Dasar babi cengeng, kenapa kau menangis lagi...?" " Aku teringat ibuku Paman Sapi, aku melihat dengan mata
kepalaku sendiri bagaimana ibuku menjerit2 menyebut namaku saat lehernya diterpa pisau tajam dan mengucurkan darah
begitu derasnya. Inikah bukti bahwa manusia memang ciptaan Tuhan yang bermartabat, kejam Paman...kejam...mereka kejam...!!!!!!" "Sudahlah...,
itu sudah terjadi. Kematian bukanlah akhir kehidupan Kucit. Kematian adalah awal kehidupan baru. Suatu saat kau akan bertemu ibumu
lagi. Kau masih punya bapak..?" " Aku tidak pernah tahu siapa bapakku Paman. Aku lahir dari inseminasi buatan." Sapi
jengah..., timbul rasa ibanya yang dalam terhadap babi kecil disampingnya itu. Diendusnya kepala Kucit, sambil dihapusnya
airmata yang masih meleleh di pipi. "Kau lihat bintang2 di langit itu...?, mereka juga lahir tanpa Bapak, bahkan
tanpa Ibu. Setiap hari lahir ribuan bintang2 baru, menyemarakkan peta semesta. Walaupun tanpa Bapak Ibu, tapi mereka
tegar, selalu menawarkan sinarnya untuk siapapun yang membutuhkan. Jika saja mereka agak lebih dekat dengan kita,
mereka akan seterang matahari, bahkan lebih terang lagi. Kaupun harus selalu begitu Kucit, kehadiranmu harus selalu menjadi
penerang, berilah makna2 baru kepada lingkunganmu, junjung tinggi persamaan hak untuk semua jenis makhluk hidup." "Paman,
aku harus balas dendam. Kematian ibu harus dituntaskan, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Siapakah manusia yang merasa
berhak membunuh sesama binatang, mentang2 mereka dikaruniai otak yang lebih baik dari kita. Apa gunanya otak itu kalau
perilakunya juga sama dengan binatang2 yang lain, bahkan lebih parah.Perbuatan mereka tak bisa dibiarkan begitu saja
Paman" " Kau kira kau bisa melawan mereka, gunakan otakmu tolol...!!!!!, superioritas mereka jauh di atas kita,
melawan mereka bukan dengan kekuatan nafsu dan kekuatan jasmani, tetapi kekuatan otak" "Kekuatan otak, Paman jangan
bergurau. Mereka lebih berotak daripada kita Paman. Apakah Paman belum tahu, di koran2 mereka, di internet, di tv,
sudah berjejal bukti2 kalau saja manusia tidak mendomestikasi dan memakan binatang lain, akan banyak nyawa manusia lain
yang terselamatkan. Di Amerika Serikat saja Paman, jika saja penduduknya mau mengurangi konsumsi daging 10% saja, maka
makanan berupa biji2an yang diberikan kepada binatang yang menghasilkan daging, akan cukup untuk memberi makan 60 juta
manusia2 kelaparan tiap tahunnya. Tetapi mereka menutup mata atas statistik2 seperti itu Paman. Kurang bukti apa lagi, mereka
sudah tahu bahwa binatang juga berbahasa, walaupun karena kebodohan mereka sendiri, mereka tidak mengerti bahasa
itu. Aku bisa melihat jin, melihat setan, melihat makhluk2 aneh di bumi ini Paman, bahkan aku bisa mengetahui kapan ada bencana,
tapi aku tidak pernah sombong. Tetap manusia Paman, dengan sombongnya mereka mencampakkan bukti2 itu di got sampah." "Ada
benarnya juga kamu anak ingusan, kebenaran itu tak akan berarti apa2 jika diingkari dan tidak dilaksanakan. Yah, tapi begitulah.
Tuhan saja yang begitu jahatnya membiarkan kita didomestikasi sedemikian rupa tanpa ada pembelaan apapun dari-Nya." "
Menyalahkan Tuhan juga tidak membawa hasil baik Paman. Bukankah Tuhan sebenarnya sudah lepas tangan sejak Ledakan Besar atau
bahasa kerennya Big Bang itu. Sejak itu, semesta dibiarkan bergerak, bergoyang, berkembang semaunya sendiri. Jika kita
pada kondisi yang sekarang ini, evolusi kita saja yang kebetulan bernasib jelek. Tapi kita tidak boleh menyerah pada nasib
Paman, kita harus memberontak. Kita harus menuntut hak2 kita, kita tidak boleh tinggal diam di saat manusia dengan wajah tanpa
dosa membantai 9 milyar sesama binatang tiap tahunnya." "Aku juga tidak mengerti Kucit, dengan kepandaian mereka, sudah
semestinya mereka bisa menciptakan daging2 sintetis yang tak kalah enaknya dengan daging2 kita ini. Mungkin dengan mendomestikasi
kita, mereka masih tetap berharap melestarikan status quo mereka sebagai penguasa alam, bukannya sebagai bagian dari alam." "Hah
Paman ini, teologi harapannya terus yang dikemukakan. Akuilah Paman, the truth is sometimes hurt. Memang menyakitkan untuk
mengakui bahwa kita ini di bumi, sesama binatang saling membunuh satu sama lain. Piramida Kehidupan katanya. Tapi justru
itulah tantangannya Paman Sapi, kita harus melawan takdir kuno itu. Semua binatang harus bisa hidup hanya dari tumbuh2an.
Kau tidak lihat buktinya Paman, Si Meong, kucing liar kudisan di bukit Kampial sana. Seharusnya dia Carnivore, pemakan
daging. Tapi toch kalau terpaksa dia bisa makan nasi, dan nyatanya hidup sampai sekarang. Kalau masalah dia kudisan, lha
itu salahnya sendiri, wong gak pernah mandi" Sapi tertawa terbahak2..., sampai perutnya kembang kempis, Kucit ikut meringis.
Suasana sudah menjadi begitu cair, Kucit sudah tenang sekarang. Sapi pun kelihatannya malah sekarang harus mengakui
kehebatan retorika babi kecil itu. Tiba2 terdengar suara bedug bertalu2...Dug...dug...dug...dugdugdugdug...dug....dug...dug...dug...Kucit
kaget setengah mati, dia langsung berdiri dan bersiap2 lari sekecang2nya. Sapi langsung menghadangnya..... " Tenang..tenang...itu
suara bedug dari Masjid Ibnu Batutah, mereka mau sholat Subuh. Sebelum terang ayo ikut Paman ke tempat yang aman, kamu
pasti akan selamat di sana, tapi dengan syarat, jangan sampai kamu keluar siang. Janji...???!!!!" '' Ya deh aku
janji, yang penting aku selamat Paman." Mereka berjalan keluar dari Pura Jagatnata, beriringan seperti bapak dan anak,
sementara langit Nusa Dua sudah mulai berwarna semburat kekuningan, tanda mentari akan sebentar lagi menyapa makhluk
bumi.
NB : 1. Kucit berarti Babi Kecil dalam Bahasa Bali 2.
Kompleks Puja Mandala adalah kompleks 5 tempat
peribadatan di bukit Kampial Nusa Dua.
|