Cobalah sekali waktu kita tengok dua media massa yang berlatar belakang berbeda mengenai masalah pengeboman Israel atas
Ramallah atau bom bunuh diri Hamas di Haifa, ambil contoh CNN dan Al-Manar, yang satu jelas berbasis di Atlanta, AS, dan Al-Manar
adalah televisi Arab Saudi. CNN dengan berbagai dalih dan cara membela kebijakan pemerintah Israel, atau meliput berita dari
kubu Israel lebih banyak, sedangkan Al-Manar kebalikannya.
Dalam pemilu terakhir Israel, salah satu saingan berat Ariel Sharon adalah Amran Mitzna dari Partai Buruh, Ariel Sharon
sendiri adalah pemimpin partai Likud, partai yang cukup konservatif. Kedua2nya mengusung tema utama kampanye yang sama yaitu
tentang keamanan warga Israel dalam kehidupan sehari2. Dari platform partai akan kelihatan jelas arah kebijakan apa yang akan
diterapkan berkaitan dengan masalah Palestina. Partai Likud yang nota bene partainya orang2 Yahudi yang ortodok mencanangkan
untuk tetap melanjutkan cita2 membentuk Great Israel, sebuah negara Israel yang dijanjikan dalam kitab Perjanjian Lama, dengan
kata lain aneksasi (penjajahan atau kolonialisasi : bahasa mudahnya) akan terus dilanjutkan tanpa perduli reaksi orang Palestina,
Libanon, apalagi dunia internasional. Sedangkan Partai Buruh yang dipimpin oleh Amran Mitzna mencanangkan program untuk menarik
semua pendudukan Israel di luar Israel baik di Palestina ataupun di Lebanon, karena dengan cara seperti itu keamanan Israel
akan lebih terjamin. Sebagai catatan, Amran Mitzna adalah seorang petinggi militer Israel yang pernah menolak untuk membunuh
orang Palestina karena bertentangan dengan hati nurani, sekaligus dengan pasukannya dia menolak tegas tindakan kekerasan.
Perolehan suara kedua partai ini tidak terpaut banyak, Partai Likud memperoleh suara sedikit di atas 30% sedangkan Partai
Buruh memperoleh suara 22%. Partai Likud akhirnya memerintah setelah berkoalisi dengan beberapa partai lain yang mempunyai
platform yang tidak jauh berbeda.
Palestina, sebagai sebuah negara yang terjajah, mempunyai problem tersendiri yang cukup pelik. Penghidupan warganya yang
semakin lama semakin memburuk, ditambah lagi dengan pengamanan ekstra ketat dari pihak keamanan Israel yang sangat membatasi
ruang gerak mereka, bayangkan saja untuk pergi ke desa Palestina yang lain baik untuk bekerja maupun untuk menjenguk famili,
orang Palestina harus mengantri berjam2 di pos penjagaan. Dalam dada orang2 Palestina tentu saja ada keinginan untuk merdeka,
tetapi bagaimana cara untuk merdeka dari penjajahan Israel itu cerita lain. Kubu Yasser Arafat atau kubu pemerintah lebih
memilih untuk berdialog dengan Israel untuk menyelesaikan permasalahan, sedangkan kubu Hamas dan beberapa grup lain seperti
Brigade Martir Al-Aqsa lebih memilih jalan kekerasan karena mereka sudah tidak percaya lagi akan niat baik Israel untuk berdamai
dengan Palestina, ditambah lagi kepercayaan mereka yang mulai memudar terhadap pemerintahan Yasser Arafat yang boleh dibilang
korup.Dan cerita pun berlanjut, kekerasan demi kekerasan terjadi, semakin banyak orang Palestina terbunuh termasuk yang dari
garis keras (Syekh Akhmad Yassin dan penggantinya Al-Rantisi termasuk di antaranya) begitu pula semakin banyak warga Israel
tak berdosa yang menjadi korban bom bunuh diri.
Dalam penyikapan terhadap persoalan Israel dan Palestina, masyarakat pun akan terbelah2 menurut sudut pandang mereka
masing, sebagaimana yang kita ketahui bahwa umat Islam di seluruh dunia pada dasarnya berada di belakang Palestina, dan celakanya
sebagian besar didasarkan atas sentimen agama. Masyarakat Barat (Negara2 Eropa dan Amerika) pun terbelah, masyarakat yang
cukup mengerti akan kondisi di Israel dan Palestina biasanya akan mendukung Palestina berdasarkan pertimbangan rasa kemanusiaan,
dan sisanya akan lebih cenderung pro Israel karena informasi yang mereka terima dari media akan lebih banyak pro Israel. Negara2
yang tidak punya kepentingan langsung dengan konflik itu ataupun yang tidak punya kaitan emosional dengan konflik seperti
negara2 Asia Timur akan cenderung netral.
Dukungan umat Islam dan internasional terhadap Palestina, dalam hal ini akan banyak dikaitkan dengan Palestina Liberation
Organization (PLO) karena organisasi untuk kemerdekaan Palestina yang diakui dunia internasional. Aliran dana dan logistik
untuk mewujudkan sebuah negara Palestina pun mengalir dan tak pelak membuat organisasi2 untuk kemerdekaan Palestina akan mempunyai
kekuatan yang cukup untuk mewujudkan niat politik mereka. Apabila aliran dana itu masuk ke organisasi PLO yang pro dialog,
dana itu akan digunakan untuk kemajuan Palestina secara umum, dan tentu saja membiayai sarana dan prasarana untuk mewujudkan
dialog progressif untuk mewujudkan sebuah negara Palestina. Aliran dana yang banyak dan kontinyu ini tentu saja punya efek
samping ketika tidak mekanisme yang bagus untuk mengontrolnya, walaupun belum terbukti secara meyakinkan, sudah bukan rahasia
lagi bahwa petinggi2 Palestina terutama dari kubu PLO adalah petinggi2 yang korup, kasus terakhir misalnya istrinya Yasser
Arafat, Suha Arafat yang tinggal di Paris mempunyai tabungan tak kurang 9 juta dollar di sebuah bank di Swiss yang diduga
uang itu ditilep dari dana pembangunan untuk Palestina.
Ada beberapa komunitas umat yang mengarahkan dananya untuk kelompok garis keras seperti Brigadir Al-Aqsa, Hamas, Hizbullah
(Libanon), dan sebagainya. Dan tentu saja karena pengambilan kebijakan keras mereka, dana itu akan dialokasikan lebih banyak
ke pembelian senjata dan logistik untuk kepentingan melawan Israel dan sekutunya. Tapi seperti kita ketahui bersama, bahwa
kekuatan dua kubu yang bertikai tidak seimbang, Palestina yang nota bene terjajah, adalah sebuah masyarakat (negara, semoga
di suatu saat) yang masih cukup tradisional, miskin dan terbelakang.Kekuatan militer yang dipunyai oleh Palestina adalah sebuah
kekuatan responsif, kekuatan yang ada karena dipaksakan, yang diciptakan karena memang sangat dibutuhkan untuk melawan Israel.
Bahkan salah satu gerakan yang cukup terkenal adalah intifada yang terkenal dengan gambaran kontras lemparan batu melawan
panser2 dan tentara bersenjata lengkap Israel di lain pihak adalah negara yang maju dan modern, sebuah oikumene (civil
society) dengan demokrasi dalam negeri yang cukup bagus, sekedar informasi bahwa hampir 20% penduduk Israel adalah orang Arab.
Kekuatan militernya jangan dipertanyakan lagi, dengan dukungan penuh Amerika Serikat, Israel adalah sebuah kekuatan superior
di Timur Tengah.
Beberapa opini yang menguasai benak masyarakat secara umum, terutama karena pengaruh media, bahwa kekuatan Palestina
adalah kekuatan teroris, kekuatan yang meneror masyarakat dan menciptakan kekacauan dengan bom bunuh diri, ancaman2, dan sebagainya.
Ditambah lagi dengan kampanye besar2 an Amerika Serikat memerangi terorisme, memberi angin segar bagi Israel untuk melikuidasi
para pemimpin Palestina baik dari garis moderat maupun garis keras. Kelihatan jelas sekali, bahwa negara2 di dunia ini lewat
PBB dengan gencar mengecam tindakan sepihak Israel untuk menghancurkan gerakan2 militan untuk kemerdekaan Palestina karena
banyak pula pada penduduk sipil tak berdosa (termasuk pengungsi, pengungsi di negara sendiri). Tetapi usaha2 itu selalu digagalkan
oleh veto AS, yang memang selalu di belakang Israel sejak awal yang terutama disebabkan oleh pengaruh di dalam negeri AS sendiri
dari orang2 Yahudi (biasa dikenal dengan Jewish Gate). Tindakan kekerasan memang tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun,
tetapi apa yang dilakukan oleh orang2 Palestina bukanlah kekerasan biasa, ini adalah kekerasan menuntut kemerdekaan dan menuntut
perlakuan yang manusiawi. Dan kekuatan yang dilawan adalah kekuatan besar, kekuatan gabungan antara politik, media, dan finansial.
Sama seperti apa yang dilakukan dahulu oleh Nelson Mandela dan para pendukungnya, pada awalnya mereka dituduh mengacaukan
keamanan, menimbulkan instabilitas, dan dianggap bersalah. Tetapi mereka terus dengan perjuangan melawan politik ahumanis
apartheid, sampai akhirnya berhasil, dan kini perjuangan itu sangat dihargai oleh dunia internasional.
Penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina, seperti yang pernah terlontar dari salah satu teman saya yang kebetulan
orang Yahudi, adalah " Membangun Jembatan, Hancurkan Tembok". 4 kata yang sederhana, yang dalam kenyataannya sangat kompleks.
Orang Israel sebagai sebuah masyarakat yang secara umum lebih maju dari masyarakat Palestina, harus menggunakan akal sehatnya
bahwa penjajahan dengan alasan apapun adalah perbuatan terlarang, sekalipun penjajahan itu menggunakan dasar agama sebagai
legitimasinya. Masyarakat Internasional juga harus memberikan tekanan lebih keras kepada Israel untuk segera menarik tentaranya
sekaligus mendismantle seluruh pemukiman Yahudi baik yang di Tepi Barat maupun Jalur Gaza*. Dan seharusnya justru masyarakat
Israel membantu Palestina untuk memperbaiki infrastruktur dan suprastruktur ekonominya, sehingga dengan demikian jalan semakin
terbuka untuk menjalin hubungan yang seimbang dan saling menghargai. Perjanjian Oslo yang pernah ditandatangani sebenarnya
sudah menyinggung hal ini, tetapi dalam kenyataannya tidak dilaksanakan. Masyarakat Palestina semakin dikungkung wilayah geraknya
dan dikurangi akses2 perekonomiannya, bahkan kebutuhan2 dasar seperti air bersih dan supply makanan pun dibatasi. Laporan
PBB akhir2 ini malah menyebutkan bahwa lebih dari 50% masyarakat Palestina kekurangan air bersih dan dalam hal supply makanan
tergantung sepenuhnya dari bantuan luar negeri. Siapapun manusia akan melawan jika hak2 dasarnya sudah dirampas dan diinjak2.
Selain dukungan internasional, dukungan dari dunia Islam pun sangat dibutuhkan, tetapi dengan catatan, bahwa dukungan
itu akan lebih baik jika tidak berdasarkan sentimen agama. Bahwa orang Palestina sebagian besar beragama Islam, itu memang
fakta, dan fakta juga bahwa minoritas Kristen di Palestina juga tidak sedikit, dan mereka sama2 ditindas dan dirampas hak2nya
seperti yang Muslim juga, sehingga akan lebih baik jika yang menjadi dasar solidaritas seharusnya adalah bahwa mereka
menuntut kemerdekaan dari penindasan dan penjajahan. Ditakutkan apabila dukungan umat Islam atas sentimen agama, ketika ada
penindas atau penjajah yang beragama Islam, dan yang ditindas tidak beragama Islam, umat Islam akan diam saja, atau seolah2
tidak mau tahu. Dan ini benar2 terjadi di saat pembantaian besar2an militia muslim Janjawid yg beragama Islam terhadap golongan
minoritas Kristen kulit hitam di Darfur, Sudan. Selain itu bantuan ke Palestina harus mempunyai mekanisme kontrol yang lebih
baik, untuk menghindari jangan sampai bantuan itu hanya dinikmati oleh orang2 tertentu Palestina.
" Penindasan itu bukan masalah agama, tetapi orang yang tertutup hatinya, siapapun dia, mari kita lawan bersama2"
* akhir2 ini pemerintah garis keras dibawah PM Ariel Sharon sudah mendapatkan persetujuan dari Parlemen Israel (Knesset)
untuk mendismantle seluruh pemukiman Yahudi di Jalur Gaza, dan sebagai gantinya lebih berkonsentrasi untuk mengamankan penjajahan
mereka atas Tepi Barat. Sebuah kebijakan sepihak yang tidak menyelesaikan masalah.