Puisi-puisi Tya Susatyo

Rakyat
Radio & TV Online
Mati Ketawa Cara Saya
Musik & Film Online
Tentang Cinta
Kamus & Buku Online
Pencerahan
Info Penting
My Songs
My Cerpen
My Novels
My Poems
My Articles
Karya Kawan
About Me

 Buku Harian Alam

Wahai mahluk tuhan

Waktu itu..aku masih berdiri di depan

Melambaikan daunku pada insan yang menyapaku

Lalu aku bermain dengan sang surya

Hingga nafasku…nadiku..jiwaku…

Kuberikan kepada sesama

Mahluk tuhan


Wahai mahluk tuhan

Waktu itu….

Aku masih membiarkan angin yang pucat

Mengajak daunku melayang ….jauh

Kemudian jatuh

Di dipan dua anak adam

yang sedang berlindung dalam nyamannya dekapanku


Suatu saat..mereka datang padaku

Aku kira mereka sayang padaku….


Wahai mahluk tuhan

Tahukah kau?

Dengan nyamannya mereka membelaiku dengan belatinya yang tajam

Kenapa tak sekalian saja kau mengusikku dengan deru mesin setan

Yang memblah tubuhku jadi dua

Kemudian menyuruh sang merah menyelimutiku dengan baranya

Hingga akar-akarku mati…

Daun-daunku lenyap

Aku jatuh…luruh…


Wahai mahluk tuhan

Tidak-kah kau lelah sepertiku

Hentikan sekarang!

Biarkan aku-aku yang lain ada

Dan biarkan gergaji, prajurit besi, dan api-api tu tiada


Wahai mahluk tuhan

Rawat aku sepertiku kan merawatmu

Jaga aku sepertiku kan menjagamu


Karena kita sama-sama…

Mahluk Tuhan…



* Puisi ini menang di festifal menulis dan membaca puisi SMU se-jabotabek dan dimuat di beberapa majalah dan tabloid.

 

Selimut mimpi dalam buaian lembut doanya

 

Perempuan ini…..terduduk dalam lelah

diantara tumpukan sampah yang semakin menggunung melimpah ruah

Menahan kantuk yang semakin merasuk

Menepis nyamuk yang tak jua mau berembuk

mengipasi sang bujang belia yang terlelap dalam dinginnya malam,

menyelimuti mimpi dalam buaian lembut doanya

Tidurlah anakku….agar esok dapat kau temani pagi menyambut hari baru….”


Perempuan ini.......

terbangun awal saat matahari masih enggan bersurya

saat azan subuh memecah keheningan malam yang kelam

saat manusia masih terlena dalam fana

lalu ia bangunkan si bujang….

agar pergi berlayar meninggalkan bilah kayu dermaga …..

Lekas bangun nak…sudah pagi”

Lekas bangun nak…lalu sembahyang”

Lekas bangun nak….kamu harus sekolah”

Lekas bangun nak…kamu harus pintar, agar dapat menghitung koran bekas yang kita jual, agar tahu berapa ongkos ke Jakarta,

agar bisa bangun gedung-gedung tinggi, dan punya mobil yang lampunya menyala-nyala

…….seperti di telenovela”



Perempuan ini……

Bersimpuh di sajadah sederhana

dalam balutan kain putih hatinya yang tak bernoda

ia lantunkan seribu doa…

tentang ia dan si bujang

tentang sekarang dan yang akan datang



ada kendil menyala terang di dipan reot hatinya

ada bulir kehidupan terjatuh di wajahnya yang keriput termakan usia

ada ketegaran dan kekuatan

ada kesungguhan dan keikhlasan

ada kelembutan dan ketegasan

ada keabadian…..

atas cinta kasihnya….

Yang tak mati-mati…………

 

Door Duisternis Tot Licht…..

(Habis Gelap Terbitlah Terang)

 

Seperti Adipati Sosroningrat yang kegirangan

Jepara juga ikut terkesan

lahir bidadari kecil nan rupawan

di balik bilik tangisan pecahlah kesunyian

Gaduh…gemuruh

Kartini namanya!!”


Seperti kupu-kupu yang bermetamorfosis

Sayapnya berkembang menawan

Feodalisme bukanlah lawan tandingan

Kasta hanya jembatan kehancuran

Sehari pingitan seabad kebebasan

Kami juga bisa maju..!!!”


Seperti mendung yang tak bertuan

Odysseus kehilangan sang Penelope pujaan

Abu kelabu..hitam kelam

Kartini kembali menghadap Tuhan Alam


Indonesia berduka…pedih mendesis

Hilang putri bermahkota keanggunan

Matikah kartini?Tamatkah?Habiskah?

Lalu itu siapa?

Bukan Kartini kah?


Itu Kartini! Yang disana!!

di dalam jiwa Saur Marina Manurung yang mendidik suku anak dalam

di dalam raga Lisa Rumbewas yang kuat mengangkat beban

di dalam semangat Moeryati Sudibyo yang membawa kesejajaran

di dalam otak Pia Alisyahbana yang tak berhenti berpacu maju berjalan

di dalam kecantikan Dian Satrowardoyo yang begitu menawan!!!

Itu kartini juga kan ??


Seperti epilog-epilog yang bernyanyi

layar panggung terbuka lebar

Saat simfoni mengalunkan opera milik Giacomo Puccini

Indonesia kembali gemuruh

Bertepuk riuh

Kartini belum mati !!


Ia masih ada dalam ketulusan

Dalam kecerdasan dan kekuatan

Dalam keanggunan dan kejujuran

Dalam kepercayaan

Bahwa setiap habis gelap….

Pastilah ….

Ada…

Terang…..




 

Visitor of this website up to now :

counter_5.gif